Saturday, March 15, 2014

PANTAI KURI CADDI KEINDAHAN ALAM YANG TERSEMBUNYI

PANTAI KURI CADDI: Dusun Kuri Caddi, Desa Nisombala, Kecamatan Marusu, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.

Siang ini, aku mau bersih-bersih kamar karena modelnya sudah seperti kapal pecah. Tapi kemunculan Patrick di rumah membuat rencana berubah 180 derajat.
"Kaka, kita jalan sudah!" Katanya dengan logat kampung halamannya, Manado (eh!).
"Jalan kemana, Ade?" Tanyaku sopan.
"Ke rumah Bapa ..." Jawabnya santai.
"Jangan begitu, Ade. Tra bae." Aku menegurnya dengan keras.
"So, Kaka kasih usul sudah!"
"Kalo begitu, kita ke Kuri Caddi, Maros."
"Di mana itu Kaka?"
"Di hatimu ... yaa di Maros lah," jawabku esmosi.
Berdasarkan google map, perjalanan hari ini tergolong dekat. Hanya 25,1 km dari rumahku. Maka meluncurlah kami ke sana dengan Honda Blade. Sebenarnya aku belum pernah ke sana. Hanya baru-baru ini mendengar namanya dan kelihatannya bisa dijangkau dalam waktu singkat maka jadilah tempat itu sebagai destinasi trip kali ini.
Dari Jl. Abdullah Dg Sirua, kami menyusuri Jl. Perintis Kemerdekaan. Sampai di perempatan Jalan Tol (Jl. Ir. Sutami), kami sempat bingung karena jalannya satu arah saja. Untunglah ada abang tukang bakso yang memberikan jalur yang benar (dan google map juga mengkonfirmasi arahnya). Jadi, dari Perintis Kemerdekaan, kita belok kiri dan memutar di sebuah terowongan yang jaraknya sekitar satu kilo dari situ. Ketika menemukan jembatan penyeberangan tol, kami belok kiri dan mengikuti jalan satu-satunya yang kami pikir mengarah ke Kuri Caddi (Jl. K. H. Abd. Muin).
Karena keasyikan memandang panorama sepanjang perjalanan yang mengagumkan, kami kebablasan hingga ke Pulau Kuri Lompo. Terpaksa deh balik arah. Seharusnya, di depan SMP Islam Al-Wasih, kami harus memasuki gerbang tua berwarna merah di sebelah kiri jalan. Sejak melewati gerbang itu, jalan yang dilalui sangat tidak mulus, sempit dan berbatu-batu. Beberapa kali motorku harus kandas karena bebatuan yang besar atau mungkin karena kelebihan muatan (di belakangku, seorang makhluk raksasa duduk dengan tentram dan damai).

Di kiri dan kanan jalan yang dilalui kami melihat hamparan empang dan beberapa bangunan tak berpenghuni. Rasanya begitu sepi dan jauh dari keramaian. Hanya tiga atau empat orang nelayan tambak yang tampak menyusuri jalan setengah jadi itu. Karena takut kebablasan lagi, kami bertanya pada salah seorang nelayan, "Pak, Pantai Kuri Caddi itu di mana? Masih jauh kah dari sini?"
Dengan senyumnya yang ramah dia menunjukkan arahnya dan berkata, "Masih jauh. Tapi sudah dekat."
Mendengar jawaban itu, rasanya ingin membentur-benturkan kepala ke atas kap motor. Maksudnya apa coba? Tetapi kami tetap tersenyum karena kami memang pada dasarnya ramah.
"Terima kasih, Pak," kataku terhadap bapak yang setidaknya sudah meyakinkan kami terhadap arah yang akan kami tempuh.
Lagi merenungi nasib ini, bro.


Akhirnya, tibalah kami di Pantai Kuri Caddi. Beberapa ibu nampak asyik bercanda tawa di pinggir pantai sambil mengatur ikan-ikan kecil yang sedang mereka keringkan. Karena takut digoda mereka (karena kami berdua tampan, hahaha), kami mengambil jarak beberapa puluh meter dari tempat itu untuk bersantai sambil menikmati udara bersih dari polusi dan bau ikan kering sambil mengamati tanaman bakau yang tumbuh di sekitar.
Pantai ini sebenarnya indah, hanya kurang terawat. Tak jauh dari tempat kami berdiri terlihat sebuah dermaga (bekas dermaga, lebih tepatnya) yang sudah hilang sebagian mungkin akibat gelombang pasang. Beberapa perahu nelayan juga terlihat menambatkan perahunya di sana. Pantai di Kuri Caddi ini lebih banyak batunya ketimbang pasirnya. Ada pun pasirnya merupakan campuran antara pasir putih dan pasir hitam. Nah, foto-foto berikut merupakan penampilan pantainya ketika berada di dusun Kuri Caddi sore ini.

Sumber dari donnyreston-alp.blogspot.com

 

No comments:

Post a Comment