Siang ini, aku mau bersih-bersih kamar karena modelnya sudah seperti
kapal pecah. Tapi kemunculan Patrick di rumah membuat rencana berubah
180 derajat.
"Kaka, kita jalan sudah!" Katanya dengan logat kampung halamannya, Manado (eh!).
"Jalan kemana, Ade?" Tanyaku sopan.
"Ke rumah Bapa ..." Jawabnya santai.
"Jangan begitu, Ade. Tra bae." Aku menegurnya dengan keras.
"So, Kaka kasih usul sudah!"
"Kalo begitu, kita ke Kuri Caddi, Maros."
"Di mana itu Kaka?"
"Di hatimu ... yaa di Maros lah," jawabku esmosi.
Berdasarkan google map, perjalanan hari ini tergolong dekat. Hanya 25,1
km dari rumahku. Maka meluncurlah kami ke sana dengan Honda Blade.
Sebenarnya aku belum pernah ke sana. Hanya baru-baru ini mendengar
namanya dan kelihatannya bisa dijangkau dalam waktu singkat maka jadilah
tempat itu sebagai destinasi trip kali ini.
Dari Jl. Abdullah Dg Sirua, kami menyusuri Jl. Perintis Kemerdekaan.
Sampai di perempatan Jalan Tol (Jl. Ir. Sutami), kami sempat bingung
karena jalannya satu arah saja. Untunglah ada abang tukang bakso yang
memberikan jalur yang benar (dan google map juga mengkonfirmasi
arahnya). Jadi, dari Perintis Kemerdekaan, kita belok kiri dan memutar
di sebuah terowongan yang jaraknya sekitar satu kilo dari situ. Ketika
menemukan jembatan penyeberangan tol, kami belok kiri dan mengikuti
jalan satu-satunya yang kami pikir mengarah ke Kuri Caddi (Jl. K. H.
Abd. Muin).
Di kiri dan kanan jalan yang dilalui kami melihat hamparan empang dan
beberapa bangunan tak berpenghuni. Rasanya begitu sepi dan jauh dari
keramaian. Hanya tiga atau empat orang nelayan tambak yang tampak
menyusuri jalan setengah jadi itu. Karena takut kebablasan lagi, kami
bertanya pada salah seorang nelayan, "Pak, Pantai Kuri Caddi itu di
mana? Masih jauh kah dari sini?"
Dengan senyumnya yang ramah dia menunjukkan arahnya dan berkata, "Masih jauh. Tapi sudah dekat."
Mendengar jawaban itu, rasanya ingin membentur-benturkan kepala ke atas
kap motor. Maksudnya apa coba? Tetapi kami tetap tersenyum karena kami
memang pada dasarnya ramah.
"Terima kasih, Pak," kataku terhadap bapak yang setidaknya sudah meyakinkan kami terhadap arah yang akan kami tempuh.
Lagi merenungi nasib ini, bro. |
Akhirnya, tibalah kami di Pantai Kuri Caddi. Beberapa ibu nampak asyik bercanda tawa di pinggir pantai sambil mengatur ikan-ikan kecil yang sedang mereka keringkan. Karena takut digoda mereka (karena kami berdua tampan, hahaha), kami mengambil jarak beberapa puluh meter dari tempat itu untuk bersantai sambil menikmati udara bersih dari polusi dan bau ikan kering sambil mengamati tanaman bakau yang tumbuh di sekitar.
Pantai ini sebenarnya indah, hanya kurang terawat. Tak jauh dari tempat
kami berdiri terlihat sebuah dermaga (bekas dermaga, lebih tepatnya)
yang sudah hilang sebagian mungkin akibat gelombang pasang. Beberapa
perahu nelayan juga terlihat menambatkan perahunya di sana. Pantai di
Kuri Caddi ini lebih banyak batunya ketimbang pasirnya. Ada pun pasirnya
merupakan campuran antara pasir putih dan pasir hitam. Nah, foto-foto
berikut merupakan penampilan pantainya ketika berada di dusun Kuri Caddi
sore ini.
No comments:
Post a Comment